KALAU UDAH BACA JANGAN LUPA KASIH KOMENTAR..
Total Tayangan Halaman
PROFIL PENULIS
Pengikut
mencari makalah
UDAH DI BACA JANGAN LUPA KOMENTAR YA....
FIQIH ZAKAT DAN WAKAF Tentang MUSTAHIQ DAN POLA DISTRIBUSI ZAKAT
BAB I
PENDAHULUAN
Zakat merupakan salah satu rukun dari rukun Islam yang harus ditunaikan oleh umat Islam apabila sudah memenuhi syarat tertentu dan diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya (mustahiq zakat). Muzakki atau orang yang berzakat dapat memberikan zakat secara langsung kepada mustahiq atau boleh juga melalui lembaga-lembaga yang mendistribusikan zakat yang dibentuk oleh pemerintah.
Untuk penjelasan lebih lanjut tentang mustahiq dan pendistribusian zakat, pemakalah akan menguraikannya pada bab selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
MUSTAHIQ DAN POLA DISTRIBUSI ZAKAT
A. MUSTAHIQ ZAKAT
Mustahik zakat atau orang yang berhak menerima zakat harta benda (zakat mall) ada 8 asnaf (golongan) yakni fakir, miskin, ‘amil, (petugas zakat), mualaf qulubuhum (orang yang baru masuk islam), riqab (orang yang telah memerdekakan budak-zaman dulu),ghorim (orang yang berhutang, orang yang berjihad di lalan Allah (fi sabilillh) dan ibnu sabil (yang dalam perjalanan). Dari delapan asnaf itu, yang mesti didahulukan adalah fakir dan miskin.
Biasanya fakir didefinisikan sebagai orang yang tidak berpunya apa-apa, juga tidak bekerja alias pengangguran. Sementara orang miskin adalah yang bias mencukupi kebutuhan hidup diri dan keluarganya tapi serba berkekurangan. Umumnya zakat yang diberikan kepada mereka bersifat konsuntif, yaitu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.[1]
Golongan penerima zakat telah ditentukan oleh Allah SWT dalam firman-Nya surat At-Taubah: 60
$yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pkön=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏBÌ»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpÒÌsù ÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ
Artinya: ”Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini:
v Bolehkah zakat itu diberikan kepada satu golongan saja atau harus diberikan kepada 8 golongan tersebut secara merata?
1. Menurut Malik dan Abu Hanifah, penguasa boleh mengkususkan penerimaan zakat kepada satu golongan saja atau lebih apabila situsi dan kondisinya.
2. Menurut Syafi’i zakat tidak boleh diserahkan kepada golongan tertentu, namun harus dibayarkan kepada 8 golongan secara menyeluruh seperti yang disebutkan oleh Allah dalam ayat diatas.[2]
Yang berhak menerima zakat:
§ Fakir-Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup.
§ Miskin-Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup.
§ Amil-Mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat.
§ Muallaf-Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan barunya.
§ Hamba sahaya yang ingin memerdekakan dirinya
§ Gharimin-Mereka yang berhutang untuk keperluan yang halal dan tidak sanggup untuk memenuhinya.
§ Fasibilillah-mereka yang berjuang dijalan allah (misal:dakwah, perang dsb)
§ Ibnu Sabil-mereka yang kehabiasan biaya diperjalanan.[3]
Rasulullah SAW, bersabda:
امرت ان اخذ الصدقة من اغنيائكم واردها على فقرائكم
Artinya: ”Aku diperintahkan untuk mengambil sedekah dari orang kaya diantara kamu sekalian, untuk aku berikan kepada orang-orang fakir diantara kalian” [4]
B. POLA DISTRIBUSI ZAKAT
Zakat boleh diberikan kepada kepada salah satu asnaf 8. Diriwayatkan dari Nasa’i: ”Jika harta zakat banyak dan cukup untuk dibagikan kepada 8 golongan, maka harus dibagikan. Namun, jika tidak memadai, boleh diberikan hanya pada satu golongan.”
Imam Malik berkata: ”Zakat harus diprioritaskan kepada golongan yang paling membutuhkan.” (Ibnu Qudama:jilid II).
Ziyad bin Harits ash-Shuda’i, berkata yang artinya:
”Aku datang menjumpai Rasulullah SAW lalu berbait kepadanya. Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki dan berkata, berilah aku pemberian zakat! Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya Allah tidak rela dengan ketetapan dari Nabi atau lainnya mengenai zakat hingga Allah memutuskan sendiri dalam masalah ini. Allah lalu memberikan penerima zakat kepada delapan golongan. Jika engkau termasuk dalam salah satu dari delapan golongan itu, tentulah aku akan memberikan bagianmu.! (H.R. Abu Daud, pada sanadnya terdapat Abdurrahman al-Ifriqi. Ia adalah seorang yang masih menjadi pertikaian pendapat dikalangan ulama.)[5]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ø Mustahiq Zakat adalah orang yang berhak menerima zakat.
Ø Ada 8 asnaf (golongan):
1. Fakir
2. Miskin
3. ’Amil (petugas zakat)
4. Muallaf
5. Riqab
6. Ghorim
7. Fisabilillah
8. Ibnu sabil
Zakat dapat diberikan oleh muzakki atau orang yang memberikan zakat kepada mustahiq secara langsung atau bisa pula melalui badan amil zakat yang dikelola oleh pemerintah.
B. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini, pemakalah menyadari masih terdapat kekurangan dan kesalahan yang disebabkan keterbatasan pengetahuan yang pemakalah miliki. oleh sebab itu, pemakalah meminta kritikan dan saran dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Http//Produktifitas dan Pendayagunaan Harta Zakat.com
Kardawi, Yusuf. Hukum Zakat, Cet.10. Jakarta: 2007.
Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid, jilid I. (Jakarta: Pustaka Azzam). 2006.
Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah I. Jakarta: Pena Pundi Aksara. 2008.
[1] Http//Produktifitas dan Pendayagunaan Harta Zakat.com
[2] Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, jilid I, (Jakarta: Pustaka Azzam), 2006, h. 568.
[3] Http//Produktifitas dan Pendayagunaan Harta Zakat.com
[4] DR. Yusuf Kardawi, Hukum Zakat, cet.10, Jakarta: 2007, h. 666.
[5] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah I, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2008, h.561.
MELAKUKAN ANALISIS INTRUKSIONAL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap akan melakukan proses pembelajaran, seorang pengajar akan menyiapkan sebuah desain pembelajaran. Diantara pengajar itu ada yang mempersiapkan seluruh kegiatan pembelajarannya secara khusus jauh sebelum memulainya dan ada pula yang membuat persiapannya untuk setiap kali proses pembelajarannya. Kelompok pengajar yang lain merasa tidak perlu membuat persiapan apapun sebelum memulai proses pembelajaran.
Kelompok yang terakhir di atas langsung mengajar karena merasa telah dapat mengajar dengan baik apabila mengetahui topik yang akan diajarkan untuk setiap kali pertemuan. Setiap pengajar baik yang membuat persiapan maupun tidak, selalu mencari cara untuk melaksanakan kegiatan instruksionalnya dengan sebaik-baiknya. Demikian pula setiap pengelola program pendidikan dan latihan senantiasa mencari jalan meningkatkan programnya melalui cara yang dianggapnya baik.
Setiap pengajar yang membuat persiapan dalam proses pembelajaran selalu diawali dengan membuat tujuan instruksional umum (TIU). Tetapi ada pula pengembang instruksional termasuk pengajar melompat dari TIU ke TIK, tes, atau isi pelajaran tanpa melalui analisis instruksional (analisis pembelajaran) sehingga menghasilkan kegiatan instruksional yang tidak sistematis.
Implikasi proses pengembangan instruksional yang melompat antara lain yaitu daftar TIK yang telah disusun tidak konsisten dengan TIU-nya seperti kurang lengkap atau berlebihan, materi tes tidak terperinci, urutan isi pelajaran kurang sistematis, titik berangkat materi pelajaran tidak sesuai dengan kemampuan awal peserta didik, dan cara penyajiannya tidak sesuai dengan karakteristik peserta didik.
Ketrampilan melakukan analisis instruksional (pembelajaran) sangat penting bagi kegiatan instruksional karena pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang harus diberikan lebih dahulu dari yang lain dapat ditentukan dari hasil analisis instruksional. Dengan demikian pengajar jelas melihat arah kegiatan instruksionalnya secara bertahap menuju pencapaian TIU sehingga pengajar terhindar dari pemberian isi pelajaran yang tidak relevan dengan TIU.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Analisis Intruksional
Analisis intruksional adalah proses menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku khusus yang tersusun secara logis dan sistematis. Kegiatan yang di untuk mengidentifikasi perilaku-perilaku khusus yang yang dapat menggabarkan perilsku umum secara terperinci.dari susunan tersebut jelas kedudukan perilaku khusus yang dilakukan lebih dahulu dari perilaku yang lain karena berbagai hal seperti kedudukan sebagai perilaku prasyarat, perilaku yang menurut proses psikologis muncul lebih dahulu atau secara kronologis terjadi lebih awal.
Analisis instruksional adalah suatu prosedur, yang apabila diterapkan pada suatu tujuan instruksional, akan menghasiikan suatu identifikasi kemampuan-kemampuan bawahan (sub ordinate skills) yang diperlukan bagi siswa untuk mencapai tujuan instruksional (Dick & Carey).
Analisis instruksional adalah suatu alat yang dipakai oleh para penyusun disain instruksional atau guru untuk membantu mereka di dalam mengidentifikasi setiap tugas pokok yang harus dikuasai/dilaksanaan oleh siswa dan sub tugas atau tugas dasar yang membantu siswa dalam menyelesaikan tugas pokok (Esseff, P.J).
Dari dua definisi tersebut dapat kita lihat "sub ordinate skills" itu sendiri sebenarnya bisa jadi tidaklah sangat penting sebagai hasil belajar, namun diperlukan, dalam arti harus dikuasai agar siswa dapat mempelajari ketrampilan (skill) yang lebih tinggi. Penguasaan "sub skill" tersebut akan memberikan transfer yang positif untuk mempelajari keterampilan yang lebih tinggi.
Jelas kiranya bahwa dengan pendekatan baru ini, bilamana menyusun, disain instruksional secara sistematis, maka dalam menentukan pelajaran (content lesson) yang akan dimasukkan di dalam suatu pengajaran, tidak mesti harus mengambil atau mengikuti suatu teks atau suatu artikel tertentu.
Tapi yang penting terlebih dulu perlu diperhatikan ialah kemampuan yang harus diajarkan, agar siswa dapat mencapai tujuan instruksional secara efisien.
B. Menetapkan Tujuan Intruksional
Tujuan instruksional merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan dalam sistem pendidikan, secara nasional tujuan pendidikan tercantum dalam pembukaan Undang undang dasar 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Gambaran tentang ciri ciri kedewasaan yang perlu dikembangkan pada anak didik dapat ditemukan dalam penentuan perumusan mengenai tujuan pendidikan, baik pada taraf nasional maupun taraf pengelolaan institusi pendidikan. Perumusan suatu tujuan pendidikan yang menetapkan hasil yang harus diperoleh siswa selama belajar, dijabarkan atas pengetahuan dan pemahaman, keterampilan, sikap dan nilai yang telah menjadi milik siswa. Adanya tujuan tertentu memberikan arah pada usaha para pengelola pendidikan dalam berbagai taraf pelaksanaan.
C. Kegunaan Analisis Intruksional
Dengan memperhatikan uraian tersebut di atas, dapat dikemukakan kegunaan analisis instruksional sebagai berikut:
a. Membantu para guru/pendidik maupun penyusun desain instruksional untuk mengorganisir tugas-tugas pokok dalam hubungannya dengan subtugas yang harus dipelajari siswa. Pengorganisasiannya adalah sedemikian, sehingga merupakan urutan logis sesuai dengan keadaan sebenarnya manakala tugas tersebut dilaksanakan.Proses ini akan memberikan gambaran yang jelas bagi siswa mengenai yang diharapkan dapat dikerjakan setelah selesai mengikuti suatu pelajaran.
b. Membantu para guru di dalam menganalisis tingkah laku (behavior) berkenaan dengan masing-masing tugas pokok maupun subtugas. Dengan cara demikian, semua pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk melaksanakan setiap tugas pokok dapat diidentifikasikan.
c. Membantu para penyusun desain instruksional dan para guru/pendidik untuk memperkirakan waktu yang diperlukan untuk belajar, sehingga siswa dapat melaksanakan suatu tugas dengan baik.
D. Empat Macam Struktur Perilaku
Bila perilaku umum diuraikan menjadi perilaku khusus akan terdapat empat macam susunan, yaitu hierarkikal, prosedural, pengelompokan, dan kombinasi.
1. Struktur Hierarkikal
Struktur perilaku yang hierarkikal adalah kedudukan dua perilaku yang menunjukkan bahwa perilaku hanya dapat dilakukan bila telah dikuasai perilaku yang lain. Perilaku B misalnya, hanya dapat dipelajari bila siswa telah dapat melakukan perilaku A. Kedudukan A dan B disebut hierarkikal. Dalam suatu kurikulum, mata pelajaran A merupakan prasyarat untuk mengikuti pelajaran B, atau Kompetensi Dasar (KD) A merupakan prasyarat untuk mengikuti Kompetensi Dasar (KD) B. Tanpa lulus KD A siswa tidak boleh atau tidak mungkin langsung mengikuti KD B. Perhatikan contoh-contah perilaku di bawah ini :
a. Kedudukan perilaku Menetapkan statistika lanjutan an perilaku menerapkan statiatika dasar. Menerapkan statistika lanjutan seperti regresi ganda dan analisis variansi tidak mungkin di pelajari mahasiswa jika ia belum mampu menerapkan statiatistika dasar seperti menghitung skor rata-rata, devisiasi standar, dan korelasi sederhana.
b. Kedudukan perilaku mengukur luas sebidang tanah tertentu terhadap perilaku mengukur panjang beda. Perilaku mengukur luas sebidang yang terbentang di belakang rumah misalnya tidak akan dapat dilakukan bila belum dikuasai cara mengukur panjang benda, walaupun telah dikuasai rumus untuk menghitung luas benda.
Mengukur Panjang Benda
Mengukur panjang benda merupakan prasyarat untuk mengkur luas tanah. Keduanya terstruktur hierarkikal.
Mengambil Keputusan
c. Kedudukan perilaku mengambil keputusan terhadap perilaku manganalisis alternatif pemecahan masalah. Perilaku mengambil keputusan untuk memecahkan masalah tertentu hanya dapat dilakukan bila sudah menguasai cara melakukan analisis alternatif yaitu teknik membandingkan berbagai alternatif pemecahan masalah dari berbagai segi seperti segi efisiensi dan efektivitas.
Menganalisis Alternatif
Setiap contoh diatas dapat diteruskan dengan menambah kotak di bawah atau di atas kedua kotak yang telah ada. Untuk menunjukkan struktur hierarkikal, kotak tambahan harus menunjukkan perilaku prasyaratnya (bila di bawah) atau perilaku yang lebih tinggi tingkatannya (bila di atas). Untuk menunjukkan struktur perilaku hierarkikal yang berbeda dengan struktur yang lain, kedua kotak dalam setiap kotak tadi disusun atas-bawah dan dihubungkan dengan garis vertikal.
2. Struktur Prosedural
Mengatur cahaya Menggambar preparat Meletakkan preparat pada kaca benda Mengatur fokus
Struktur perilaku prosedural adalah kedudukan beberapa perilaku yang menunjukkan satu seri urutan perilaku, tetapi tidak ada perilaku yang menjadi prasyarat untuk yang lain.Walaupun perilaku khusus dilakukan berurutan untuk dapat melakukan perilaku umum, tetapi setiap perilaku dapat dipelajari secara terpisah. Di bawah ini beberapa contoh perilaku yang tersusun secara prosedural.
a. Dalam menggunakan mikroskop cahaya, sedikitnya ada empat perilaku khusus yang terstruktur secara prosedural.
Mengatur fokus Menyalakan OHP Menempatkan transparansi di atas OHP
Siswa dapat mempelajari cara mengatur cahaya dahulu. Pada kesempatan lain ia belajar meletakkan preparat pada kaca benda, kemudian mengatur fokus dan menggambar preparat.
b. Dalam menggunakan OHP sedikitnya ada tiga perilaku khusus yang terstruktur secara prosedural.
Siswa dapat mempelajari cara mengatur fokus lebih dahulu. Pada kesempatan lain ia belajar menempatkan ransparansi di atas OHP dan kemudian menyalakannya. Tetapi dalam kegiatan keeluruhan ketiga perilaku tersebut muncul secara berurutan muncul sebagai seri perilaku.
Perilaku yang tersusun secara prosedural dilukiskan kotak-kotak yang berderet ke samping dan dihubungkan dengan garis horisontal. Bila dilukiskan pada bagan mudah dibedakan dari perilaku yang tersusun secara hierarkikal yang tampak dihubungkan dengan garis vertikal.
3. Struktur Pengelompokan
Menjelaskan sistem respirasi Menjelaskan sistem organ pada tubuh manusia
Dalam struktur pengelompokan terdapat perilaku-perilaku khusus yang tidak mempunyai ketergantungan satu sama lain, walaupun semuanya berhubungan. Dalam keadaan seperti itu, garis penghubung antara perilaku-perilaku khusus yang satu dan yang lain tidak diperlukan. Sebagai contoh dalam mata pelajaran biologi yang menjelaskan sistem organ pada tubuh manusia. Bila digambarkan dalam bagan, kedudukan perilaku-perilaku khusus tersebut tampak sebagai berikut :
Menjelaskan sistem pencernaan Menjelaskan sistem ekskresi Menjelaskan sistem endokrin Menjelaskan sistem saraf Menjelaskan sistem saraf Menjelaskan sistem reproduksi Menjelaskan sistem gerak
4. Struktur Kombinasi
Suatu perilaku umum bila diuraikan menjadi perilaku khusus sebagian tersebar akan terstruktur secara kombinasi antara struktur hierarkikal, prosedural, dan pengelompokan. Sebagian dari perilaku khusus yang terdapat di dalam ruang lingkup perilaku umum itu mensyaratkan perilaku khusus yang lain. Selebihnya merupakan urutan penampilan perilaku khusus dan umum.
Contoh dari perilaku struktur kombinasi adalah perilaku umum mengoperasikan mikroskop cahaya dapat diuraikan dalam perilaku khusus sebagai berikut :
Mengatur fokus Mengatur cahaya Menggambar preparat Meletakkan preparat pada kaca benda
Perilaku umum mengoperasikan mikroskop cahaya terbentuk dengan merangkaikan perilaku meletakkan preparat pada kaca benda, mengatur cahaya, mengatur fokus, dan menggambar preparat. Perilaku merangkaikan tersebut dapat dilakukan bila telah menguasai keempat perilaku yaitu meletakkan preparat pada kaca benda, mengatur cahaya, mengatur fokus, dan menggambar preparat yang tentu saja membutuhkan prasyarat.
Setiap orang dapat memilih perilaku mana yang harus didahulukan diantara empat perilaku khusus tersebut. Karena itu kedudukan keempat perilaku tersebut antara satu dan yang lain terstruktur sebagai prosedural, karena dalam merangkaikan keempatnya berurutan. Perilaku meletakkan preparat pada kaca benda mempunyai prasyarat perilaku menjelaskan teknik meletakkan preparat pada kaca benda. Perilaku mengatur cahaya mempunyai prasyarat perilaku menjelaskan teknik mengatur cahaya. Demikian pula perilaku mengatur fokus mempunyai prasyarat perilaku menjelaskan teknik mengatur fokus. Sedangkan perilaku menggambar preparat memerlukan prasyarat menjelaskan teknik menggambar preparat. Bagan di atas menunjukkan struktur kombinasi antara prosedural dan hierarkikal.
Beberapa contoh di atas adalah perilaku yang berada dalam kawasan kognitif dan psikomotor. Bagaimana dengan kawasan afektif atau sikap ? Marilah kita bahas perilaku yang termasuk dalam ketiga kawasan tersebut.
1. Perilaku Kawasan Kognitif
Perilaku kawasan kognitif adalah perilaku yang merupakan hasil proses berpikir atau perilaku hasil kerja otak. Bloom dalam Atwi Suparman (2001:108) membagi kawasan kognitif menjadi enam tingkatan yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Keenam tingkatan tersebut merupakan tingkatan perilaku kognitif dari yang paling rendah (sederhana) sampai ke yang paling tinggi (kompleks). Memecahkan masalah instruksional secara sistematis merupakan contoh perilaku kawasan kognitif.
Gagne dalam Atwi Suparman (2001:108) membagi kapabilitas manusia dalam kawasan kognitif menjadi tiga macam, yaitu ketrampilan intelektual, strategi kognitif, dan informasi verbal. Ketrampilan teknis dalam ilmu pengetahuan adalah contoh ketrampilan intelektual, ketrampilan dalam mencari cara pemecahan masalah adalah contoh strategi kognitif. Sedangkan contoh informasi verbal adalah ketrampilan mengungkapkan kembali pengetahuan verbal yang telah dimiliki.
2. Perilaku Kawasan Psikomotor
Perilaku kawasan psikomotor adalah perilaku yang dimunculkan oleh hasil kerja fungsi tubuh manusia. Gerakan tubuh, berlari. Melompat, melempar, berputar, memukul dan menendang adalah perilaku psikomotor. Dave dalam Atwi Suparman (2001:109) membagi perilaku kawasan psikomotor dalam lima jenjang perilaku yaitu : menirukan gerak, memanipulasikan kata-kata menjadi gerak, melakukan gerak dengan tepat, merangkaikan berbagai gerak, dan melakukan gerak dengan gerakan wajar dan efisien.
3. Perilaku kawasan Afektif
Perilaku kawasan afektif adalah perilaku yang dimunculkan seseorang sebagai pertanda kecenderungan untuk membuat keputusan atau pilihan untuk beraksi dalam lingkungan tertentu. Bloom dan Masia dalam Atwi Suparman (2001:109) membagi kawasan afektif menjadi lima tingkatan kemampuan yaitu : menerima nilai, membuat respon terhadap nilai, menghargai nilai-nilai yang ada, mengorganisasikan nilai, dan mengamalkan nilai secara konsisten atau karakterisasi. Sikap tidak tampak oleh mata tetapi berada “di dalam” hati.
Menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku khusus dalam kawasan afektif pada dasarnya tidak berbeda dengan kawasan kognitif dan kawasan psikomotorik. Setelah diketahui perilaku umum yang terdapat dalam Tujuan Instruksional Umum pengembang instruksional selanjutnya mencari jawaban atas pertanyaan; “Perilaku khusus apa saja yang mengacu kepada munculnya perilaku umum tersebut ?”Untuk mencari jawaban pertanyaan tersebut, pengembang instruksional melakukan analisis instruksional dengan langkah-langkah yang sistematis
E. Langkah-Langkah MelaksanakanAnalisis Intruksional
1. Menuliskan perilaku umum yang telah anda tulis dalam TIU untuk mata pelajaran yang sedang anda kembangkan.
2. Menulis setiap perilaku khusus yang menurut anda menjadi bagian dari perilaku umum tersebut. Jumlah perilaku khusus untuk setiap perilaku umum berkisar antara 5-10 buah.
3. Menyusun perilaku khusus ke dalam suatu daftar dalam urutan yang logis dimulai dari perilaku umum, perilaku khusus yang paling ”dekat” hubungannya dengan perilaku umum diteruskan ”mundur” sampai perilaku yang paling jauh dari perilaku umum.
4. Menambah perilaku khusus tersebut atau mengurangi jika perlu.
5. Menulis setiap perilaku khusus tersebut dalam suatu lembar kartu atau kertas ukuran 3 x 5m cm.
6. Menyusun kartu tersebut di atas meja atau lantai dengan menempatkannya dalam struktur hierarkikal, prosedural atau pengelompokan, menurut kedudukan masing-masing terhadap kartu yang lain. Letakkan kart-kartu tersebut sejajar atau horisontal.
7. Jika perlu, tambahkan dengan perilaku khusus lain yang dianggap perlu atau kurangi bila dianggap lebih.
8. menggambar letak perilaku-perilaku tersebut dalam bentuk kotak-kotak di atas kertas lebar sesuai dengan letak kartu yang telah di susun.
9. meneliti kemungkinan menghubungkan perilaku umum yang satu dan yang lain atau perilaku-perilaku khsusus yang berada di bawah perilaku umum yang berbeda.
10. Memberi nomor urut pada setiap perilaku khusus dimulai dari yang terjauh sampai ke yang terdekat dengan perilaku umum. Pemberian nomor urut ini akan menunjukkan urutan perilaku terrsebut bila diajarkan kepada mahasiswa. Ada hal yang perlu diperhatikan dalam memberi nomor urut tersebut. Pertama, pemberian nomor urut perilaku-perilaku khusus yang terstruktur hierarkikal harus dilakukan dari bawah ke atas. Kedua, pemberian nomor urut perilaku-perilaku khusus yang terstruktur prosedural dapat berlainan dari urutan penampilan perilaku-perilaku khusus tersebut dalam pekerjaan. Ketiga, pemberian nomor urut perilaku-perilaku khusus yang terstruktur pengelompokan dilakukan dengan cara yang sama dengan prosedural.
11. Mengkonsultasikan atau mendiskusikan bagan yang telah disusun. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. Lengkap tidaknya perilaku khusus sebagai penjabaran dari setiap perilaku umum
b. Logis tidaknya urutan dari perilaku-perilaku khusus menuju perilaku umum.
c. Struktur hubungan perilaku-perilaku khusus tersebut (hierarkikal, prosedural, pengelompokan, atau kombinasi).
G. Hal yang Harus Diperhatikan dalam Melaksanakan Analisis Instruksional
Ditinjau dari pendapat Dick and Carey (2005) dalam Bancin dkk (2009), proses analisis instruksional dimulai dari melaksanakan analisis tujuan (goal analysis) yang dimulai setelah memperoleh pernyataan yang jelas dari instruksional.
1. Analisis Tujuan (Goal Analysis)
Hal yang harus diperhatikan adalah:
a. Pengklarifikasian pernyataan tujuan berdasarkan domain (jenis) belajar yang akan muncul.
Domain belajar dapat dibagi atas empat yakni:
1. Keterampilan intelektual
Keterampilan yang mensyaratkan sebelajar melakukan kegiatan kognitif yang unik. Unik yang dimaksud disini adalah pembelajar harus mempu memecahkan masalah atau menampilkan satu perilaku dengan contoh atau informasi yang tidak ditemukan sebelumnya.
2. Informasi Verbal
Keterampilan yang mensyaratkan sibelajar memberikan respons yang spesifik terhadap stimuli yang relative spesifik. Biasanya tujuan keterampilan ini dapat dikenali dari kata kerja yang digunakan. Kata kerja seperti menyebutkan atau menjelaskan sesuatu.
3. Sikap
sikap adalah pernyataaan kompleks manusia terhadap orang, benda dan kejadian. Dick and Carey (2005) mendefenisikan sebagai kecenderungan membuat pilihan-pilihan tertentu atau keputusan tertentu terhadap keadaan tertentu. Sikap mempengaruhi pilihan sikap seseorang dan merupakan tujuan jangka panjang yang sulit diukur dalam waktu singkat. Tujuan instruksional yang berfokus pada sikap dan dianggap sebagai sesuatu yang mempengaruhi sebelajar memilih. Sikap memilih dapat menunjukkan kecenderungan positif atau negative terhadap objek kejadian atau orang tertentu.
4. Keterampilan psikomotor
Karakteristik dari keterampilan psikomotor adalah sibelajar harus melaksanakan gerakan otot dengan atau tanpa peralatan untuk mencapai hasil yang spesifik. Ketrampilan ini melibatkan mental dan fisik. Perilaku dari tampilan ini berupa kecepatan gerakan tubuh, keakraban kekuatan dan kelenturan.
Setiap tujuan dapat dimulai dengan menjawab pertanyaan “bagaimana kita menentukan keterampilan belajar apa yang harus dipelajari sehingga dapat tercapai tujuan-tujuan yang telah dibuat?” Jawabannya adalah mengklasifikasian setiap tujuan kedalam salah satu domain belajar diatas.
b. Mengidentifikasi dan mengurutkan langkah-langkah utama ketika si belajar sedang menampilkan tujuan.
Langkah kedua dari analisis tujuan ini dilakukan setelah kita mengidentifikasi domain dari tujuan maka perlu untuk lebih spesifik mengindikasikan apa yang akan dilakukan sibelajar ketika sedang menampilkan tujuan. Teknik terbaik yang sebaiknya digunakan oleh seorang desainer untuk menganalisa sebuah tujuan adalah dengan mendiskripsikan langkah demi langkah secara terperinci kegiatan atau apa yang akan dilakukan seseorang ketika menampilkan sebuah tujuan.
Analisis tujuan merupakan tayangan visual dari langkah-langkah spesifik yang sibelajar akan lakukan ketika menampilkan tujuan instruksional sebaiknya ditayangkan dalam bentuk yaitu langkah demi langkah dalam kotak tersusun disebuah diagram air (flow diagram). (Dick and Carey, 2005)
H. Tugas Pokok Melakukan Analisis Intruksional
v Mengidentifikasi tugas-tugas pokok dan hubungannya dengan sub-sub tugas
v Mengurutkan tugas-tugas tersebut sesuai dengan urutan manakala tugas tersebut dilaksanakan.
v Identifikasi tingkah laku (behavior) yang diperlukan untuk melaksanakan tiap tugas.
v Memperkirakan waktu yang diperlukan untuk mempelajari setiap tugas.
Contoh tersebut bisa juga diterapkan misalnya bagaimana kita menganalisis tugas seorang guru. Apa sajakah yang dilakukan oleh serang yang melaksanakan pekerjaannya sebagai guru ? Berdasarkan hasil analisis tersebut kita tentukan pelajaran-pelajaran yang harus kita berikan kepada calon guru.
Sudah barang tentu kita tidak mungkin mempunyai keahlian untuk menganalisis tugas semua bidang pekerjaan. Untuk mengatasi kesulitan ini kita bisa melakukan hal-hal sebagai berikut:
(1) Review/baca dokumen-dokumen aktual yang berhubungan dengan bidang yang hendak dianalisis,
(2) Tanyakan kepada ahli bidang studi tersebut untuk mendapat informasi mengenai tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam melakukan pekerjaan, dan
(3) Perhatikan (observasi) orang-orang yang bekerja sesuai dengan bidang yang hendak dianalisis. Dengan mencatat setiap langkah yang dikerjakan, kita akan memperoleh hasil analisis yang tepat.
v Menyusun urutan Daftar Tugas Pokok dan Sub Tugas.
Setelah tugas pokok dan sub tugas ditentukan, langkah selanjutnya ialah menyusun urutan tugas pokok dan sub tugas tersebut sesuai dengan kenyataan bila tugas dilaksanakan. Di sini perlu dijawab pertanyaan: apa yang pertama dikerjakan, kedua, ketiga,dan seterus sampai selesai.
Pentingnya daftar urutan ini ialah, bahwa semua tugas pokok sub tugas tak ada yang terlewatkan. Guru akan menggunakan daftar ini untuk menyusun materi pelajaran. Guru tak perlu mengajarkan hal-hal yang tak tercantum di dalam daftar analisis instruksional. menekankan pentingnya daftar urutan tugas tersebut dengan mengatakan, bahwa tiadanya daftar urutan tugas, akan membawa tiga hal yang negatif sebagai berikut:
v (1) Menghabiskan banyak waktu untuk mengajarkan suatu yang sukar diajarkan padahal tidak penting untuk diajarkan.
v (2) Melupakan mengajarkan sesuatu yang mudah untuk diajarkan pada hal sangat penting untuk dipelajari.
v Identifikasi Tingkah laku (behavior) yang diperlakukan dalam melaksanakan setiap tugas.
Langkah selanjutnya ialah menganalisis tingkah laku (behavior) yang diperlukan oleh setiap tugas. Apakah pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk dapat melakukan setiap tugas? Hal-hal yang perlu dikerjakan di dalam langkah ini ialah:
v (1) Merumuskan tugas tersebut dalam bentuk tingkah laku yang tepat, dalam arti rumuskan dengan jelas, tepat dan spesifik, apakah yang harus diperbuat oleh siswa untuk dapat melaksanakan tugas tersebut,
v (2) Menentukan kriteria terpenuhinya pelaksanaan tugas tersebut, dan
v (3) Jenis atau aspek tingkah laku tersebut apakah termasuk pengetahuan, sikap atau keterampilan.
Perumusan tingkah laku adalah penting bagi guru untuk merumuskan dengan tepat tingkah laku atau tindakan yang harus dikerjakan oleh siswa untuk melaksanakan tugas tersebut. Untuk ini hendaknya digunakan kata-kta kerja (action verbs) yang jelas seperti: membaca, menuliskan, mengucapkan, mengurutkan, menyusun, membuat, menunjukkan dan sebagainya. Jangan digunakan kata-kata yang bukan “action-verbs” misalnya: menghayati, memahami, menikmati, mempercayai, dan sebagainya.
Kelompok kata kerja yang pertama memudahkan guru untuk menilai apakah tugas telah dilaksanakan, sedang kelompok kata kerja yang kedua, sukar untuk mengevaluasi apakah siswa telah melaksanakan tugas yang dimaksud.
v Penentuan kriteria keberhasilan disamping diperlukan perumusan kata kerja yang jelas, kriteria atau ukuran seberapa jauh bahwa tugas telah dilaksanakan atau terpenuhi harus juga ditentukan. Apakah siswa harus dapat melaksanakan semua tugas? Hal ini berarti digunakan kriteria 100%. Kriteria 100% biasanya sulit terenuhi. Karena itu kriteria 90% kiranya lebih lazim dan memungkinkan untuk dapat dicapai. Di samping prosentase, kadang berapa lama tugas harus diselesaikan dicantumkan juga sebagai ukuran (kriteria) terpenuhinya tugas. Merger; memasukkan sebagai hal-hal yang lazim dipakai dasar menentukan terpenuhinya tugas:
(a) Ketepatan
(b) Waktu
(c) Jumlah kata-kata
(d) Ketepatan bahasa yang dipakai
(e) Prosentase minimum jawaban yang benar
(f) Hukuman/denda untuk pilihan jawaban yang salah
(g) Urut-urutan (order of sequence)
Ada 3 Jenis atau aspek tingkah laku :
Pada dasarnya aspek tingkah laku di dalam proses belajar mengajar bisa dibedakan menjadi tiga kategori: pengetahuan (cognitive), gerak (psychomotor), dan perasaan (affective).
(a) Aspek pengetahuan (cognitive)
Aspek ini paling banyak mendapatkan perhatian dari para guru/pendidik. Termasuk dalam aspek ini ialah semua tingkah laku yang menggunakan kemampuan intelektual siswa. Ada susunan hierarki tertentu untuk aspek “cognitive” ini. Menurut Esseff; susunan itu adalah sebagai berikut:
(1) Menghafal (Recall). Contoh: Siswa dapat menyebutkan tanggal dan tahun Proklamasi Kemerdekaan negara RI
(2) Pengenalan (Recognition). Contoh: Siswa dapat mengidentifikasi nama-nama lukisan Afandi yang telah pernah dikenalnya
(3) Membedakan (Discrimination). Contoh: Siswa dapat mengidentifikasi dari sejumlah lukisan yang sebelumnya ia belum kenal, mana yang buah karya Amri Yahya
(4) Pembentukan konsep (Concept formation). Contoh: Siswa dapat mengelompokkan 30 macam lukisan menjadi dua kelompok, yakni lukisan yang termasuk naturalisme dan ekspresionisme
(5) Pemecahan masalah (problem soving). Contoh Siswa dapat mencari pasal-pasal dalam KUHP yang dilanggar bila kepadanya ditunjukkan kasus-kasus kejahatan/pelanggaran.
Di dalam praktek, biasanya aspek pengenalan tingkat yang lebih rendah seperti hafalan dan ingatan saja yang banyak dikerjakan. Hal ini disebabkan oleh mudahnya tingkah laku pada tingkat tersebut untuk diajarkan dan dievaluasi. Seharusnya pengajaran menjangkau juga tingkat pengenalan yang lebih tinggi seperti pembentukan konsep dan pemecahan masalah.
(b) Aspek gerak (psychomotor skill)
Aspek gerak meliputi semua tingkah laku yang menggunakan syaraf dan otot badan. Aspek ini sering kurang mendapatkan perhatian kecuali untuk bidang seni lukis, musik, dan pendidikan jasmani. Ketrampilan gerak adalah salah satu sarana atau saluran yang dengannya siswa menerima dan menyampaikan informasi (berkomunikasi), maka adalah penting bahwa guru memperhatikan aspek ini di dalam analisis instruksional.
Penting juga bagi guru untuk menyusun tes untuk mengukur keberhasilan aspek gerak. Misalnya, dalam pelajaran bahasa yang banyak memanfaatkan aspek ucapan dan pendengaran, maka perlu disusun tes yang berkenaan dengan ucapan dan pendengaran pula. Termasuk di dalam aspek gerak, menurut Esseff, adalah: pendengaran (auditory), penglihatan (visual), ucapan (verbal), mengubah (manipulate), menulis,dan meraba.
(c) Aspek perasaan (affective behavior)
Aspek ini meliputi perasaan, nilai, sikap, dan sebagainya. Aspek ini sangat sedikit mendapatkan perhatian disebabkan oleh sukarnya merumuskan dan mengevaluasi aspek ini. Sebenarnya aspek perasaan dapat mempengaruhi aspek tingkah laku yang berkenaan dengan pengenalan dan gerak. Mengingat eratnya hubungan antara ketiga aspek tersebut, maka para guru perlu memperhatikan aspek perasaan tersebut.
Apa yang perlu diperhatikan di dalam membicarakan ketiga aspek tingkah laku tersebut ialah: ada hierarkhi tertentu di dalam aspek pengenalan, tak ada hierarkhi tertentu pada aspek gerak dan perasaan, kesemua aspek tersebut satu sama lain erat hubungannya. Ketiga aspek tersebut perlu diperhatikan di dalam melaksanakan analisis instruksional.
(d) Memperkirakan Waktu Untuk Mempelajari
Langkah terakhir di dalam analisis instruksional ialah memperkirakan beberapa lama waktu yang diperlukan untuk mempelajari masing-masing tugas. Perkiraan waktu ini sangat membantu guru untuk menentukan berapa lama waktu yang diperlukan untuk mempelajari tugas. Pada tahap mula, perkiraan waktu didasarkan atas pengalaman guru. Yang perlu diperhatikan, ialah bahwa perkiraan waktu yang dimaksud adalah waktu yang dipakai untuk mempelajari, bukan waktu diperlukan untuk melaksanakan tugas. Perkiraan waktu secara bertahap akan diperoleh ketepatannya melalui penyusunan disain instruksional, pengembangan dan uji coba materi (paket) pengajaran.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Analisis intruksional adalah suatu prosedur dalam mengidentifikasi kompetensi yang harus dikuasai siswa dengan menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku khusus yang tersusun secara logis dan sistematis untuk mencapai tujuan instruksional.
Dalam melaksanakan analisis instruksional, harus memperhatikan analisis tujuan dan analisis keterampilan pra syarat.
Ada empat macam stuktur perilaku yaitu struktur hierarkikal, struktur prosedural, struktur pengelompokan dan struktur kombinasi.
Langkah dalam melaksanakan analisis instruksional adalah menuliskan perilaku umum yang telah ditulis dalam TIU, menuliskan setiap perilaku khusus, menyusun perilaku khusus kedalam suatu daftar dalam urutan yang logis, menambah atau mengurangi perilaku khusus tersebut, menulis setiap perilaku khusus dalam suatu lembar kartu, menyusun kartu tersebut diatas meja atau lantai dengan menempatkannya dalam struktur hirarkial, prosedural atau pengelompokan menurut kedudukan masing-masing terhadap kartu yang lain, menggambarkan letak perilaku-perilaku tersebut dalam perilaku-perilaku dalam kotak-kotak diatas kertas lebar sesuai dengan latak kartu yang telah disusun, meneliti kemungkinan menghubungkan perilaku umum yang satu dan yang lain atau perilaku-perilaku khusus yang khusus yang berada dibawah perilaku umum yang berbeda, memberi nomor urut pada setiap perilaku khusus dimuali dari yang terjauh sampai yang terdekat dengan perilaku umum, dan mengkombinasikan atau mendiskusikan bagan yang telah disusun dengan memperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA
Atwi Suparman, M. 2001. Desain Instruksional. Jakarta : PAU-PPAI-UT
http://ijupsusant.blogspot.com/2011/05/analisis-instruksional.html